Wednesday, March 31, 2021

Pagi seusai subuh suara angin kencang bertimpalan dengan curah air menerpa atap dan menggoyangkan dahan dihalaman depan sungguh memilukan. Aku melipat mukenah menggantungkannya ke rak. Sengaja aku membuka pintu depan. Meski terasa menakutkan melihat pohon-pohon besar di depan rumah berayun dan tergoncang aku menikmati sensasinya, hembusan angin, tampias air hujan yang sesekali memercik ke arahku terasa menakjubkan. Sekitar 5 menit aku berdiri terpaku di teras yang beratap berulangkali mengembang kempiskan dada untuk menarik hawa segar pagi ini. Setelah cukup segar nafas bertukar hawa pagi aku melangkah masuk. Perasaan yang sama setiap menikmati hujan. Aku menjadi melow. Mengenang banyak hal, tapi yang paling sering adalah rindu Mama. Ahhh...bahasa kalbu selalu seperti ini. 
 
Ketika beranjak ke ruang TV sejenak mataku tertumpu pada foto aku bertiga Ardi, dan Nabila di bingkai besar ruang keluarga. Ada sayatan mengiris relung hatiku. Entahlah sulit kulukiskan. Rasa rindu... atau rasa sakit?? Semua seperti bayangan samar namun menyeramkan. Luka hatiku begitu dalam. Aku duduk didepan TV. Menatapnya nanar.... berkecamuk. Terlebih saat aku melihat infotainment tentang Aurel yang rencana menikah. Hampir persis episodenya meski bukanlah 100% benar ceritanya. Tapi aku sedih melihat posisi KD. Terlepas dari dia benar atau salah, namun tidak seharusnya memperlakukan ibu kandung. Disisihkan. Sedih banget melihatnya sampai seragam keluargapun gak dikasih. Ahhh...biarlah itu menjadi urusan mereka. 
 
Tapi dari sepenggal cerita kehidupan itu aku berkaca. Nasibku yang terbuang dan dibuang dimata anak-anakku. Hanya persepsi sepihak yang didoktrinkan ke hidup mereka. Bukanlah mencari pembenaran diri. Aku salah... mungkin. Dan hukuman yang mereka timpakan sudah cukup sakit bagiku. 6 bulan penjara untuk tindakan yang tidak kuniatkan. Dipisahkan bertahun-tahun untuk kasih sayang yang membuncah tersimpan rapih dan indah dalam hatiku. Seorang ibu kandung tak mungkin berniat membunuh anaknya. Mungkin saja hati ini berusaha mencari pembelaan, pembenaran karena hanya hatiku dan Allah yang tahu yang sebenarnya. 
 
Ya Rabbb... tata hatiku ikhlaskan semua. Lepaskan perasaan diri ingin dibela dan dibenarkan. Hidup jangan berharap penilaian manusia. Namun ridho, berkah dan rahmat Allah. Kutepis air mata yang berlelehan di pipi. Kuhembuskan nafas berulang kali seolah ingin mengosongkan luka lama agar keluar pergi. Puluhan tahun aku menanti dengan harapan kebenaran terkuak. Belummm... Allah pasti tahu saat yang tepat untuk menghadirkannya. Aku tetap menanti...sebelum aku mati... 
 
Cerita pagi hati yang terluka.  
Palembang, 1 April 2021

No comments:

Post a Comment