Tuesday, May 28, 2019

SUATU SENJA DI SEPULUH HARI TERAKHIR RAMADHAN


Di sepuluh hari terakhir Ramadhan, sudah 3 hari ini saat perjalanan ke kantor ketika melintasi masjid kantor aku menyaksikan sekelompok anak-anak muda berkumpul dan memenuhi halaman masjid tersebut. Mungkin bubaran setelah itikaf. Aku melihat dengan senyum kagum. Tetapi sore hari ini aku mendapat kesan yang sangat dalam. Aku memberhentikan mobilku di Zebra Cross Area disamping masjid itu, melintaslah segerombolan (sekitar 10 - 15 orang) akhwat menyebrang jalan tepat di depan mobilku.

Hatiku berdecak kagum melihat anak-anak remaja seusia anak SMP atau paling tidak paling senior kelas 1 SMA, masih sangat belia, dengan dandanan akhwat sejati. Baju gamis longgar menyentuh tanah dengan khimar panjang sebetis dengan ciri khas pakaian syar'i berwarna gelap. Bahkan seorang darinya mengenakan niqob. Saat melintas perilaku mereka santun. Aku menatap mereka dengan mata tajam tanpa kedip. Kagum...

Anak-anak yang masih sangat belia, sementara anak-anak lain seumur mereka masih berlomba untuk mengenakan pakaian modis warna-warna ngejreng atau pastel dengan kaos dan jeans ketat. Yang lebih suka nongki di cafe-cafe atau tempat-tempat ter instagramable. Anak-anak belia yang masih bebas mengeksplorasi untuk menunjukkan jati dirinya. Tapi mereka para akhwat ini, dandanan sangaat syar'i, menetap di masjid untuk mencari rahmat Allah di sepuluh hari terakhir ramadhan. Maashaa Allah... Allahu Akbar! Siapa orang tua yang telah membesarkan kalian wahai akhwat.

Ketika mereka telah berlalu aku masih terpana, dan tersentak kaget ketika kendaraan dibelakangku membunyikan klakson mengisyaratkan agar aku segera melaju. Tanpa aku sadari mataku berembun. Kejadian singkat itu cukup menyentak hatiku. Aku tiba-tiba melihat kedalam diriku. Banyak hal yang membuat aku terharu...perasaan ini penuh kecamuk.

Aku lihat diriku sendiri, betapa aku malu dengan anak-anak tersebut. Mereka baru berusia sekitar belasan tahun sudah begitu taat dan patuh pada perintah Allah. Allah Jalla wa ’Ala berfirman yang artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri istrimu, anak anak perempuanmu dan istri istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Ahzaab: 59).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud)”.

Sedangkan aku...? Aku baru memahami hakikat hijab sempurna yang dianjurkan Islam baru sekitar usia 40-an. Sebelum aku mengenakan jilbab syar'i malang melintang aku dengan bangga bila bisa memakai hijab ala hijaber terkini. Ya Rabb... ampuni aku.

Air mataku kembali merembes basah ketika kembali teringat anak kandungku Nabilah yang sudah tak lagi dalam asuhanku. Usia 18 tahun bahkan dia belum mengenakan jilbab. Air mataku semakin mengalir deras. Aku sudah tak punya kuasa lagi kepada dia. Setiap sujud aku selalu mendo'akannya agar diberi hidayah agar mau menutup aurat dengan berjilbab. Karena tak ada pertolongan melainkan pertolongan Allah.

Sore ini dihari ke-22 Ramadhan peristiwa kecil dan sederhana menyentuh hatiku untuk bertaubat dan terus beristighfar tentang kelalaian masa lalu. Berdesis lirih bibirku berdo'a agar aku teguh dalam ketaatan kepada Allah dan istiqomah. Sambil melajukan mobilku hatiku bergetar dalam do'a :

"(Allohumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii hubbaka. Allohummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal-maa’il-baarid)"

“Ya Allah, aku mohon padaMu cintaMu dan cinta orang yang mencintaiMu, amalan yang mengantarkanku menggapai cintaMu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepadaMu lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku”

Seiring mataku yang mengembun sore itu gerimis mengiringi laju mobilku. Ya ..Allah berikan aku kemudahan untuk memahami agama dan kemudahan melakukan ibadah dan ketuk pintu hati anakku dengan hidayahMU. Waktu terus berlalu tanpa kuasaku untuk memberhentikannya. Aku harus berkejaran mencari tabungan hari akhirku sebelum jam waktu berakhir. Cahaya harus aku cari dengan usaha sendiri. Bergegaslah!


" Jika kesendirian adalah jalan kearah pulang. Maka kita harus bertarung melawan waktu. Karena cahaya tak datang sendiri.. Kecuali kau cari..!


" Jika kesendirian adalah jalan kearah pulang. Maka kita harus bertarung melawan waktu. Karena cahaya tak datang sendiri.. Kecuali kau cari..!