Oleh : Esi Samsidar
Alunan
lagu “Kupinang Kau dengan Bismillah” terdengar sayup dari
laptop yang menyala di depanku. Aku menghela nafas panjang. Nafas
kerinduan yang begitu dalam menyeruak dari dalam hatiku. Dari layar
laptop aku menatap lekat foto-foto perjalanan wisata ke Turki
beberapa bulan yang lalu. Semua melekat indah. Turki negeri indah
bagaikan bidadari. Suasana, cuaca dan viewnya sangat indah dan
membuat aku jatuh cinta. Mataku lekat menatap foto saat aku di
garden park Istana Top Kappi. Bangku taman yang tersusun rapi
dinaungi pohon-pohon tak berdaun. Penghujung musim dingin menjelang
memasuki musim semi membuat pohon-pohon besar yang tak berdaun itu
menjadi sangat menarik dan indah untuk dijadikan view mengambil
gambar. Dalam foto dihadapanku aku duduk sendirian dibangku taman
dengan gaya candid yang keren. Suka sekali aku dengan foto ini.
Selanjutnya
aku klik mouse menekan “next” untuk melanjutkan melihat
foto-foto wisataku. Sebuah foto yang menurut aku foto paling bagus
dan paling cantik dari keseluruhan foto-foto selama wisata ke Turki
kemarin. Fotoku di Camlica Hill. Aku berdiri ditengah-tengah
pelataran entrance dengan view yang dikelilingi
oleh pohon-pohon pinus bersejarah, flora besar , bunga tulip yang
masih kuncup dan pemandangan seluruh wilayah Turki. Outfit berupa
dress warna ungu yang dipadan dengan cardigan ungu tua serta
jilbab bercorak dengan kombinasi warna senada serta gaya candidku
yang anggun membuat hasil foto tersebut menjadi sangat menarik. Aku
tersenyum lirih. Mataku tiba-tiba sedikit berembun. Ada kenangan yang
sangat manis mengenang perjalanan wisata itu.
Camlica Hill |
**************
Aku terpisah atau lebih tepatnya memisahkan diri dari rombongan
ketika kami mulai memasuki area Camlica Hill. Suasana, cuaca dan
tatanan taman serta view di area Camlica Hill membuat aku terpesona,
aku tidak ingin melewatkannya begitu saja tanpa mengabadikan lewat
foto. Teman dalam rombongan wisata asyik dengan kesibukan
masing-masing dalam mengekspresikan cara mereka menikmati indahnya
view di tempat tersebut, termasuk mengambil foto juga. Aku ikut dalam
perjalanan wisata ini bersama teman sekantor uni Elly, tetapi sangat
menyedihkan bagiku sebagai makhluk yang sangat suka berfoto memiliki
teman seperjalanan seperti dia. Aku sudah mencoba berkali-kali minta
tolong padanya untuk mengambil fotoku tapi selalu hasilnya “blurr”.
Hmmm.... sekarang dia juga sudah entah kemana bergabung bersama yuk
Galuh barangkali. Edo seorang anak remaja dewasa yang biasanya setia
menemani aku dan bergantian saling foto juga tidak terlihat.
Aku menoleh sekeliling dengan camera pocket ditanganku, mencari-cari
orang yang tepat untuk diminta tolong mengambil foto. Tanpa sengaja
mataku tertuju pada dua orang laki-laki yang sedang asyik ngobrol
dibibir pagar, karena hanya 2 makhluk inilah yang tidak terlihat
sibuk, sementara wisatawan lainnya juga dengan kesibukan yang sama,
berfoto. Aku tersenyum mendekat. Dan menyapa
“Would you like help me to take my picture, please?”
Kedua laki-laki tersebut mendongakkan kepala seketika mendengar
suaraku dan membalas tersenyum. Salah seorang dari mereka, laki-laki
berperawakan tinggi besar dengan wajah sangat tampan, mata
kecoklatan, rambut coklat, kulit putih mulus agak kemerahan dengan
kumis dan cambang lumayan lebat dipipinya tersenyum dan mendekat
mengulurkan tangan.
“Its Ok” jawabnya
Aku menyerahkan camera pocketku ketangannya, dan menunjuk lokasi yang
aku inginkan untuk berpose. Untuk lokasi pilihanku itu dia
menyarankan mengambil pose berkali-kali. Selesai pose aku setengah
berlari kecil mendekat kearahnya. Kujulurkan tangan untuk mengambil
kembali cameraku. Laki-laki itu tersenyum dan memberikan isyarat
untuk tetap menahan camera itu. Aku agak kaget.
“Beautiful lady, please I will take some picture of you” ujarnya.
“ Oh...” jawabku setengah kaku.
Dia menunjukkan beberapa lokasi yang memang merupakan tempat-tempat
yang tepat untuk mengambil keindahan view sekeliling. Bahkan dia
menjadi pengarah gaya. Jadilah aku bak model dan laki-laki tersebut
bak seorang fotographer. Meski tak banyak bicara kami seperti orang
yang sudah kenal dekat. Aku terlalu asyik berfoto sehingga tanpa
kusadari rombongan tour kami sudah tidak lagi terlihat ada disekitar
situ. Dari kejauhan aku melihat Edo melambaikan tangan mengisyaratkan
untuk segera kembali ke pelataran parkir dimana bis kami menunggu.
Menyadari keadaan ini aku setengah berlari menghampiri laki-laki
tersebut.
“ Ok sir. Thank you for your helping” ujarku
“ You were welcome. Very nice can be your photographer, because you
are very pretty and photogenic as well” ujarnya seraya menatapku
tanpa berkedip.
“Oh yeah....? elakku dengan wajah memerah.
“Sure... I am serious!” jawabnya lantang seolah ingin meyakinkan.
“Masya Allah ...” timpalku spontan dan tersenyum kaku.
Dia ikut tersenyum manis, teman yang bersamanya tadi ikut mendekat
melihat kami berbincang-bincang.
“Let's
take a look at some photos that I took earlier
“ ujarnya serius sekali seraya menghidupkan camera dan membuka
file-file foto yang barusan.
“What
do you think about the lady in this picture? Pretty? “ dia bertanya
dan melirik pada temannya seolah ingin mencari dukungan atas semua
statement yang dilontarkannya.
“Of
course!” timpal temannya tersenyum dan juga menoleh kearahku.
“Masya
Allah...” ujarku salah tingkah. Aku menunduk malu.
Setelah
melihat ulang hasil foto-fotoku akhirnya dia menyerahkan camera. Aku
mengambilnya dan mengucapkan terima kasih secara tulus atas
kebaikannya.
“Okay thank you so much for your kindness. I think you are great
pothotographer as well. For me this is a fortune that
I can meet with a photographer as great as you and kind as well”
Kulihat dia menggeleng-gelengkan kepala menolak pujianku.
“No! Really... It is a fact!” Aku agak sedikit tergelak melihat
wajahnya terlalu serius.
“Okay... we have back too to take lunch “ balasnya mensejajari
langkahku.
Akhirnya
beriringan bertiga kami berjalan bersamaan menuju pelataran parkir.
Kupacu langkahku untuk bisa mensejajari langkah mereka yang
lebar-lebar, disamping itu agar bersegera sampai ke bis karena takut
diomeli peserta lain. Selama perjalanan menuju ke pelataran parkir
dia sempat memperkenalkan sedikit identitasnya. Laki-laki itu bernama
Mehmed, sedangkan temannya bernama Mustafa. Mereka adalah teman karib
semasa perkuliahan di Istanbul Technical University. Keduanya adalah
sarjana teknik arsitektur. Mustafa menjalankan bisnis properti di
Turki sedangkan Mehmed adalah tenaga kontraktor di Qatar. Mereka
melakukan temu kangen di Camlica Hill dalam rangka Mehmed yang pulang
cuti. Tidak terlalu detail identitas yang dia berikan demikian juga
aku. Aku tidak juga bertanya apakah statusnya single, beristri dan
punya anak berapa? Bahkan dia juga tidak melakukan pertanyaan serupa.
Aku menganggap semua cuma obrolan basa basi. Tapi ada satu kesan
mendalam yang kucatat didalam hati tentang sikap Mehmed, saat dia
mengajak berkenalan dia tidak menjulurkan tangannya untuk bersalaman,
dia hanya menangkupkan kedua tangannya didepan dada.
Subhanallah...gua banget dah. Aku juga tidak pernah bersentuhan
dengan laki-laki bukan muhrim. “Seorang muslim yang baik “
gumamku di dalam hati.
Mendekati pelataran parkir aku menarik nafas lega karena kulihat
rombonganku belum masuk ke dalam bis. Ada yang masih sibuk membeli
kudapan kecil seperti es krim dan kacang khas Turki. Aku tersenyum
mungkin mereka penasaran dengan rasa es krim Turki yang katanya
spesial, karena kuanggap nekad juga dengan cuaca sebeku ini masih
mencoba menyantap es krim.... hmmm.
Mehmed masih sempat menawarkan diri untuk dapat mengambil fotoku
sekali lagi didepan sebuah restaurant yang terletak dimuara pintu
masuk. Aku menurut saja menyerahkan camera bahkan mengikuti arahan
gaya sesuai sarannya. Dia kembali memperlihatkan hasil foto melalui
camera. Seraya terus memuji gesture dan gayaku dalam berfoto yang
menurut dia sangat indah. Hmmmm...
Akhirnya kami saling melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Aku
sekali lagi mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Dan sebagai
salam terakhir Mehmed dan Mustafa mengucapkan “Assalamu'alaikum”
seraya menangkupkan kedua tangan didepan dada, aku membalas dengan
gaya yang serupa dan tersenyum.
Camlica Hill |
Schedule
perjalanan di hari ketiga sangat padat karena ini hari terakhir kami
berada di Turki. Sejak masuk kedalam bis aku mulai merasakan rasa
tidak nyaman dari lambungku. Banyak hal yang menyebabkan kondisiku
seperti ini, pertama adalah semalam sudah hampir jam 1 aku baru
tidur, jam 3 sudah bangun kembali untuk tahajud, dan jam 4 aku sudah
mandi, sholat subuh dan dandan. Kedua mungkin disebabkan oleh menu
sarapan yang kusantap pagi tadi salah, terutama susu coklat yang
bergabung dengan telur rebus dan jus jeruk. Rasa mual dan mau muntah.
Memasuki
“Kircilair Inter Store” aku bergegas mencari toilet. Begitu
sampai ke toilet aku muntah...keluar semua isi perut dan sarapan pagi
tadi. Setelah keluar semua baru merasa agak nyaman. Kuoleskan sedikit
Freshcare ke dada, perut dan hidungku. Di WC sebelah yuk Galuh
ternyata tengah berproses yang sama. Mungkin agak lama aku di toilet,
sehingga Cansu turis guide kami telah memanggil, dan akhirnya kami
diantar ke lantai 2.
Meski
dengan kondisi tubuh yang agak kurang fit, aku selalu merasa exited
menikmati setiap rute perjalanan. Saat rute trip menjelajah selat
Bosphorus menggunakan kapal pesiar aku kembali ingat sinetron
“Kupinang Kau dengan Bismillah” dimana Amar dan Nirvana
seringkali syuting di lokasi ini. Dari sinetron ini pulalah aku
bermimpi untuk dapat travelling ke Turki. Diatas kapal pesiar
merupakan tempat pas untuk menikmati pemandangan kota Sultan Ahmed
dengan pemandangan Blue Mosque, Hagia Sophia dan Topkapi Palace.
Sedangkan di sisi Asia akan terlihat barak militer Selimiye. Juga
terlihat jembatan penyebrangan yang menyambungkan sisi Asia dan
Eropah kota Istambul. Pemandangan seindah ini dikombinasikan dengan
cuaca dingin dengan temperatur udara sekitar 8 - 10 derajat
celcius...membuat suasana terasa romantis.
Wisata laut Marmara dengan kapal pesiar |
Karena
schedule cukup padat membuat rute perjalanan agak sedikit
terburu-buru sehingga aku kurang dapat menikmati setiap tempat yang
dikunjungi seperti Blue mosque, Top Kappi. Keluar dari museum tempat
menyimpan benda-benda peninggalan jaman Rasulullah SAW di istana Top
Kappi, aku dan uni Elly berjalan menuju bangunan yang nampaknya
tempat pribadi Sultan dan keluarganya yang terdiri dari beberapa
pavilion, kiosk, taman dan teras. Ada yang disebut dengan
Circumsicion room, Yerevan kiosk, Baghdad kiosk, Iftar kiosk dan
Terrace kiosk. Dari salah satu bangunan ini tampak pemandangan laut
yang indah dengan air lautnya yang begitu biru.
Pemandangan
selat Bosphorus dengan kapal-kapalnya, dan bangunan yang tampak kecil
di punggung bukit. Serta jembatan di kejauhan. Di area ini ada
beberapa bangunan yang semuanya menarik. Bangunan tersebut dihiasi
keramik iznik pada dinding dan juga ornament keemasan pada beberapa
gerbang dan pilarnya. Ada juga yang dulunya kolam. Pemandangan dari
area ini sangat bagus, terutama sebagai obyek untuk berfoto-foto.
Tetapi karena uni Elly memang tidak bisa bahkan sekarang menjadi
tidak mau mengambil foto jadilah aku hanya memendam keinginan dan
hasratku berfoto. Sesekali aku nekat minta tolong turis asing yang
kebetulan lewat untuk mengambil fotoku.
Aku
memilih duduk di kursi taman yang terletak di taman depan bangunan
pribadi Sultan. Menatap jauh kedepan sambil menghembuskan nafas
setengah kecewa karena tidak dapat berpose di area yang viewnya
seindah itu. Aku mengambil camera pocketku, membuka dan melihat file
foto-foto selama perjalanan kemarin. Sesekali aku tersenyum manis
merasa puas dengan hasil foto yang bagus dan cantik. Tengah asyik
memandangi hasil foto dari camera aku tersentak dan menoleh ketika
kudengar suara menyapa dari arah belakangku, sangat dekat.
“Good afternoon beautiful lady”
Aku
setengah terperangah demi melihat sosok Mehmed dan Mustafa sudah
berdiri tepat dibelakang bangku taman yang aku duduki. Aku hanya
menatap mereka setengah tidak percaya tanpa kata-kata. Kulihat mereka
tersenyum manis ke arahku. Aku masih terpaku tanpa bisa berkata-kata.
“Assalamu'alaikum”
sapa mereka dengan gaya khasnya menangkupkan kedua tangan didada.
Aku
masih belum dapat mengeluarkan kata-kata apapun sehingga Mehmed dan
Mustafa mengulangi salam untuk kedua kalinya. Setengah tersentak aku
membalas “Alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh”
Tanpa
aku perintah mereka duduk dibangku taman yang bersisian dengan bangku
tempat aku duduk. Mehmed menatap dalam kewajahku langsung. Aku
menunduk dalam, karena memang tidak biasa bertatapan dengan
laki-laki.
“This is really the grace of Allah. Subhanallah!
Alhamdulillah! Lucky me, we can meet again by chance in this place.
Thanks Allah, I can meet a beautiful woman like an
angel for twice. I don't know...how...!” ujarnya dengan wajah
berbinar-binar.
Aku hanya terdiam menunduk, dan aku merasa ada perasaan aneh didalam
dadaku. Jantungku bergemuruh kencang. Aku masih terdiam. Kulihat
Mustafa berdiri kemudian pamit untuk meninggalkan kami berdua. Aku
bertanya-tanya didalam hati apakah ini memang suatu kebetulan atau
memang Mehmed yang sengaja membuntuti aku. Tapi bagaimana bisa? Toh
kemarin kami tidak pernah bercerita tentang dimana hotel aku
menginap, rute dan schedule trip hari ini. Berbagai pertanyaan
berkecamuk.
“Hello....are you here?” sapaan Mehmed membuat aku tersentak dan
kembali membalas senyumnya.
Dibangku taman ini Mehmed banyak bercerita dan membuka identitas
dirinya lebih terbuka. Usia Mehmed memasuki 42 tahun. Dia seorang
duda tanpa anak. Selama 5 tahun setelah pernikahannya dia dan istri
begitu sabar menanti hadirnya seorang buah hati yang tak kunjung
datang, dan ujian terberat setelah 5 tahun penantian itu, istrinya
didiagnosa mengidap kanker servix. Selama 1 tahun istrinya terbaring
lemah melawan sakitnya, Mehmed dengan sabar memberi support kepada
istrinya sampai akhirnya 4 tahun lalu dia harus ditinggalkan istri
tercinta untuk selama-lamanya. Untuk melupakan kenangan indah
tentang istri tercinta, Mehmed memutuskan untuk bekerja sebagai
konsultan arsitektur di Qatar. Mehmed bercerita dengan mata sedikit
berembun. Aku menyeka air mataku yang menitik karena terharu.
Meski dia sudah membuka diri dan memberikan identitas sedetail itu
aku belum dapat memberikan identitas dan kisah pahit dalam kehidupan
masa laluku. Seperti kemarin dia kembali menawarkan diri menjadi
fotografer aku. Dengan senang hati aku menyambut tawarannya, karena
dari tadi hasrat untuk berpose sudah aku pendam dan dari hasil foto
yang diambil Mehmed kemarin anglenya memang pas. Kami berkeliling
mengambil foto mengitari bangunan tempat pribadi Sultan dan
keluarganya yang terdiri dari beberapa pavilion, kiosk, taman teras,
circumsicion room, Yerevan kiosk, Baghdad kiosk, Iftar kiosk dan
Terrace kiosk. Dari salah satu bangunan ini tampak pemandangan laut
yang indah dengan air lautnya yang begitu biru, ditempat ini Mehmed sangat antusias memoto.
Puas berfoto kami berjalan beriringan menuju bangku taman yang berada
di garden park di sisi jalan keluar, kembali Mehmed meminta aku
berpose disitu. Sambil menunggu waktu yang ditentukan oleh tour guide
agar seluruh peserta kembali ke bis yang menunggu di pelataran parkir
aku dan Mehmed duduk dengan posisi agak sedikit berjarak. Sikap
santunnya dan menjaga hijab membuat aku kagum. Mehmed lebih banyak
bercerita sedang aku cuma menjadi pendengar. Mulai bercerita detail
tentang sejarah Istana Top Kappi, tentang Turki sampai tentang
pekerjaannya di Qatar. Aku mendengarkan dengan seksama. Disini kami
sempat bertukar alamat, alamat email dan no HP masing-masing. Mehmed kelihatan sangat ceria, tidak terlihat kemurungan wajahnya seperti
saat dia bercerita tentang istrinya.
Siang itu istana Top Kappi sangat ramai karena ini memang musim
liburan menjelang musim semi. Beruntungnya aku tidak melihat teman
rombongan tourku melintas diarea tempat aku dan Mehmed duduk, meski
berjarak aku merasa risih karena selama ini aku tidak terbiasa
berdekatan berduaan dengan seorang laki-laki bukan muhrim. Berulang
kali aku menghela nafas menepis rasa risihku. Sepertinya Mehmed dapat
membaca kegelisahanku.
“ Do you
think I came here and meet you by chance?” tanyanya
Aku merasa aneh
dengan pertanyaan Mehmed. Aku merasa enggan untuk menjawabnya.
Akhirnya dia bergumam sendiri.
“Actually
not”
“ And so...?”
tanyaku
“Since the meeting accidentally with you yesterday, I felt
something strange has happened to me”
“ What's wrong??”
“Oopss...” aku terperangah.
“Early in the morning I asked for help on Mustofa to contact all
the travel agent to find Cansu as a tourist guide. Because yesterday
you told me that Cansu is your tourist guide. Luckily I got, finally
I tried to contact Cansu and know where to position your tour group
is located. Not quite up there, arrived at the Top Kappi Palace I
still had to circle around to find where you are” balasnya
tersenyum.
“Subhanallah...!” ujarku seraya menggeleng-gelengkan kepala.
“Really...? How could you be able to judge a woman
who had met within one hour?” desakku tak percaya.
Aku diam dan membuang pandanganku ke samping.
Aku terharu mendengar pernyataan Mehmed. Cukup lama aku menghukum
diri dengan menjadi seseorang yang minder serta kurang percaya diri.
Sejak “terrible case” yang dicanangkan oleh mantan suami serta
anak kandungku sendiri. Gara-gara kesalahan kecil memukul Ardi yang
membanting play station aku dipidanakan, bersama 5 orang pengacaranya
mereka membantai aku habis-habisan, perebutan hak asuh anak di
pengadilan agama, di kepolisian atas tuduhan KDRT, lalu pengadilan di
kejaksaan. Selama 2 tahun aku menjalani proses peradilan tersebut seorang diri. Sampai akhirnya keputusan hakim menyetujui pengalihan
hak asuh anak, dan hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan
selama 1 tahun. Habislah sudah aku. Aku yang teraniaya dan dizalimi.
Demi Allah akulah yang mengetahui fakta yang sebenarnya, semua sudah
diputar balikkan. Lantas aku berharap dengan telah membantai seperti
itu, cerita antara aku dan dia akan “end”. Aku hampir tidak
percaya pada kenyataan karena sampai detik inipun dia masih terus
bergunjing, masih terus memfitnah, agar semua orang membenarkan bahwa
aku memang wanita yang keji dan jahat. Aku sama sekali tidak
diizinkan berjumpa dengan anak-anakku, bahkan anak-anak dicekoki
untuk membenci aku. Selama 6 tahun telah berlalu dari peristiwa itu,
dan aku masih merasa sangat terpuruk dan dia masih mengangkat senjata
memerangi aku.
Aku hampir tidak menghargai diriku sendiri. Tapi perlahan rasa
percaya diri yang mulai bangkit dari banyak peristiwa yang kualami
belakangan ini. Banyak orang yang simpati dan menyukai aku karena
sikap dan tatakramaku. Teringat saat trip hari pertama, ketika kami
berada didalam fery penyebrang selat Bosphorus untuk menuju ke Bursa
City. Betapa banyak wisatawan yang “adore me”. Anak-anak balita,
orang tua, ABG. Aku terharu mengingat kejadian yang sangat berkesan.
Ketika fery hampir sandar rombongan kami diminta untuk segera masuk
ke bis yang menunggu dilantai bawah. Baru saja kakiku akan melangkah
menaiki bis, kudengar terikan keras memanggil, “Beautiful mom,
Indonesian”, aku menoleh. Kulihat 2 orang ABG dari Aljazair yang
tadi di cafe sempat berbincang-bincang denganku melambaikan tangan
memanggil. “Please, take a picture with us for the last” ujar
mereka.
Aku terpana dan haru mendengarkan cerita mereka. Mereka telah
berkeliling mencari aku untuk dapat berfoto bersama, karena saat di
cafe aku hanya sibuk menggendong dan foto-foto bersama adik bayi
mereka. Dari penuturannya, mereka sangat mengagumi, keramahan,
kelembutan, tatakrama dan juga gaya berbusanaku yang trendy. Aku
menyebut asma Allah berkali-kali dalam hati. Ya Allah...kebenaran itu
tidak dapat ditutupi. Diri ini laksana kaca, semua orang dapat
menilai dan membaca karakter.
ABG dari Aljazair |
“Something
wrong...? ujar Mehmed lagi karena melihat aku melamun.
“Oh
nothing.....”
“Please say something”, suara Mehmed membuyarkan lamunanku.
Aku membuka
case HP dan melihat jam, saat itu telah menunjukkan jam 3.30 WIB.
“ Sorry Abi, I have to back to bus. It is already 3.30”, aku
berdiri dan melangkah. Kulihat Mehmed juga segera berdiri dan
mensejajari langkahku. Berjalan beriringan dia masih terus bicara
untuk berusaha meyakinkan aku bahwa dia ingin mengenal aku lebih jauh
lagi. Sejauh apa aku tidak perduli. Aku hanya diam dan menyimak
semua omongannya. Mehmed sempat menanyakan nama Hotel dan jam
keberangkatan pesawat kami besok hari. Sebelum melangkah masuk ke bis
aku masih mendengar ucapan “take care dan assalamu'alikum” dari
mulut Mehmed. “Okay thanks, alaikum salam warahmatullahi wa
barakatu”balasku.
Berhubung hari terakhir, rute perjalanan hari ini agak sedikit cepat
selesai. Setelah makan malam di “Warung Nusantara” restauran
dengan menu makanan Indonesia, rombongan langsung menuju hotel. Jam
7.00 malam kami sudah tiba di hotel dan masuk kamar masing-masing.
Teman sekamarku yuk Galuh dan uni Elly kulihat langsung membanting
tubuh ke kasur. Aku melepas boot dan membuka blazer wool tebal yang
kupakai, mengambil handuk untuk mandi. Setelah itu aku sholat Maghrib
yang dijamak dengan Isya.
Aku masih sibuk merapikan koper ketika kudengar alunan lagu
“Mencintaimu Sampai Mati Uthopia” dari HP ku. Aku berdiri
mengambil HP yang tergeletak diatas meja rias. Sedikit kaget ketika
kubaca nama Mehmed di display, dadaku bergetar, kucoba menarik nafas
menenangkan diri lalu menekan tombol answer. Ternyata Mehmed dan
Mustofa sedang menungguku di Lobby, mereka ingin berjumpa. Aku tak
kuasa menolak. Kututup koper yang sudah kurapihkan tadi. Lalu aku
bergerak ke koper jinjingan mengambil baju. Aku menukar daster dengan
baju tersebut. Dengan suara pelan aku berpamitan pada yuk Galuh yang
sedang tertidur. Aku pamit untuk menemui teman di lobby. Tidak
kudengar jawaban cuma lenguhan “heehhh...”.
Dengan perasaan tak menentu aku menuju lift dan turun ke lobby.
Begitu keluar lift aku lihat Mehmed, Mustafa, seorang wanita Turki
yang putih manis dan seorang anak laki-laki 8 tahunan sudah duduk
menunggu di kursi tamu lobby. Mereka serentak berdiri dan tersenyum
ketika aku mendekat. Dengan santun Mehmed memperkenalkan satu persatu
orang-orang yang saat itu bersamanya. Tugce memeluk seraya menciumku
dengan mulut bersuara seperti kebiasaan Turkish, wanita cantik itu
isteri Mustafa, dan Salim anak laki-lakinya. Mereka ramah dan hangat,
seperti kebanyakan karakter orang Turki yang sering kutemui saat haji
atau umroh, juga selama aku berwisata di Turki ini. Turkish memang
sangat ramah dan baik.
Mehmed dan keluarga Mustafa mengutarakan niat untuk menjamu aku makan
malam, sebagai farewell party. Aku terdiam... Tidak dapat memberikan
jawaban. Rasanya tidak mungkin aku pergi dengan orang-orang asing
yang baru saja aku kenal dalam hitungan jam sejak kemarin. Aku merasa
khawatir terlebih lagi sebelum keberangkatan rombongan wisata kami ke
Turki, di Indonesia sedang santer pemberitaan tentang hilangnya 6
orang WNI yang sedang berwisata ke Turki. Untuk menolak aku juga
tidak tega. Tidak mungkin aku pergi sendiri. Tetapi minta ditemani
ayuk Galuh atau uni Elly juga tidak mungkin, karena bukankah tadi
sebelum aku turun ke lobby, aku pamitan saja tidak dijawab. Aku
diam...dengan mata menerawang.
“And how...?
Would you like??? “ tanya Qeenan setengah memelas.
Aku menghela
nafas dalam, namun tiba-tiba terlintas dalam pikiranku untuk mengajak
Edo.
“Hello....are
you here?” canda Mehmed karena melihat aku bengong.
“Sorry...
frankly I am afraid to go out lonely. May I invite someone to
accompany me?” tanyaku hati-hati.
“Oops...of
course!
“Ok thank
you. Wait a moment please”, aku menuju resepsionis dan meminjam
telpon.
Aku menelpon Edo kekamarnya. Beruntung sekali dia belum tidur dan sedang santai menonton TV. Aku menceritakan situasiku, dan memohon dia untuk menemani. Edo anak remaja dewasa yang sudah aku anggap seperti anak sendiri memang sangat baik dan sopan terhadapku, selama perjalanan aku tidak pernah lepas dari Edo. Kami selalu dekat karena punya hobby dan pandangan yang sama tentang angle yang bagus untuk pemotretan. Alhamdulillah Edo bersedia. Aku bilang agar dia segera turun ke lobby, aku menunggu. Tak sampai 5 menit aku melihat Edo keluar dari lift, perasaanku lega. Aku memperkenalkan Edo sebagai anak angkat dan teman satu rombongan wisata. Tanpa pamit dengan ketua rombongan aku dan Edo masuk ke dalam mobil Mustafa.Mobil itu cukup besar aku tidak tahu merk apa, mirip seperti Alphard. Mustafa duduk menyetir, Mehmed disebelahnya, sedangkan aku dan Tugce dibangku tengah, Edo dan Salim duduk dibagian belakang.
Cuma
memerlukan waktu kurang dari 15 menit akhirnya kami turun di sebuah
komplek restaurant/cafe dipinggir pelabuhan laut Bosphorus. Kumkapi
Fish Restaurant. Desain penataan bangku dan meja bagi
pengunjung sungguh amat menarik, demikian pula penataan cahaya lampu
di area tersebut luar biasa indahnya. Kerlap kerlip lampu membuat
area ini menjadi menakjubkan. Masya Allah indahnya. Semilir angin
laut yang menghembuskan udara sangat dingin membuat aku sedikit
bergemeretak meskipun aku sudah memakai baju berlapis empat dengan
sarung tangan wool tebal. Meski dingin semua kondisi disini menimbulkan
suasana yang sangat romantis.
Kami
langsung diterima dengan hangat oleh seorang pelayan dan segera
mempersilahkan kami masuk kedalam ruangan khusus, tampaknya Mehmed sudah membuat reservasi. Dalam ruangan suhu udara tidak terlalu
dingin karena dipojok ruangan dipasang pemanas. Sembari menunggu
sajian hidangan aku terus berbincang akrab dengan Tugce. Mehmed duduk
tepat didepanku. Aku menjadi sedikit agak canggung, beruntung Edo
juga duduk disebelah kananku sehingga bila kecanggungan itu datang
aku bisa sedikit berbincang dengan Edo. Aku sedikit menjelaskan siapa
mereka kepada Edo, karena aku yakin Edo pasti bertanya-tanya di dalam
hatinya tentang siapa mereka. Edo tersenyum kagum, sambil berbisik “
Ibu memang luar biasa, setiap orang pasti sangat menyukai ibu. Ibu
sangat baik dan menarik” pujinya. Aku menggelengkan kepala sambil
tersenyum. “Hmmm...kebagusan memujinya Do” bisikku lagi.
Seperti
biasa cara jamuan makan di Turki yang aku alami selama 3 hari ini,
menu pembuka yang disajikan adalah salada sayur dengan saos minyak
zaitun dan perasan lemon, yang selanjutnya disusul menu kedua roti
khas Turki dengan kuah kari. Meski aku belum dapat menyesuaikan diri
dengan masakan Turki demi menghormati jamuan ini aku mencoba
menikmati makanan yang disajikan. Siasatnya adalah makan dengan
perlahan sehingga ketika makanan kedua telah disajikan aku akan
cepat-cepat menyodorkan ke pelayan hidangan sebelumnya yang belum
habis kusantap. Menu utama yang disajikan adalah salad ikan salmon.
Ikan salmon mentah yang disiram saos mayonese, minyak zaitun dan
perasan lemon dikombinasikan dengan irisan salada, wortel dan kubis
merah. Setengah mati aku berusaha menelannya, baru satu potong yang
kumasukkan kedalam mulut aku tersedak karena mau muntah. Kutahan agar
tidak muntah. Aku sadar Mehmed memperhatikan aku.
“Are
you okay...?”
“It's okay! Sorry...During three days in Turkey, I
still can not get used to enjoy the taste of Turkish cuisine. I am so
sorry...” ujarku setengah memelas.
“Never mind. I understand “ ujarnya menenangkan
Edo
tersenyum kearahku, karena Edo sangat tahu bahwa aku memang tidak
pernah bisa memasukkan sajian khas turki ke dalam mulutku, karena Edo
selalu duduk semeja dengan aku disaat makan pagi, siang dan malam
selama tour ini. Berkali-kali mama Edo membujuk aku untuk
makan setiap jam makan, dia kasihan melihat aku makan sangat sedikit
sekali.
Mehmed berusaha menuangkan air putih ke gelas didepanku, lalu
menyodorkannya. “Thanks..” aku mengambil dan segera menenggaknya
untuk mendorong masuk potongan kecil ikan salmon mentah yang masih
kusimpan dimulutku. Beruntung pelayan datang menyajikan sepiring
irisan buah apel dan sunkist. Dengan lahap aku menyantapnya untuk
menghilangkan rasa eneg. Sedang asyik menyantap buah tiba-tiba
Mustafa mengajak Tugce keluar untuk menikmati pemandangan tepi laut
Marmara, Salim berteriak ingin ikut. Dan seperti diperintah Edo juga
keluar bersama Salim. Aku diam saja ketika kami hanya tinggal berdua
di ruangan tersebut. Mehmed menatapku dalam. Aku menunduk. Kulihat
Mehmed berdiri merogoh sesuatu dalam kantong jaketnya, lalu dia
memutar ke arahku. Mehmed mendekat ke kursi tempat aku duduk lantas
setengah berjongkok dia menyerah sebuah kotak kecil bludru berwarna
biru navy, seraya membukanya.
“Be my wife, please!”, Mehmed berbicara lembut dan tegas.
Aku tersentak kaget, tubuh serasa lemas, mukaku memutih dan dadaku
bergemuruh kencang. Aliran darahku seakan terhenti mendengar ucapan
Mehmed. Aku mematung menatap wajahnya dengan pandangan tajam. Aku
melihat cincin emas putih bermata blue saphire yang dia serahkan
padaku.
“Baby be my wife, please. Take the ring as my mahar” ulangnya.
Aku masih tetap diam mematung, dadaku bergemuruh kencang. Sulit untuk
menterjemahkan perasaanku saat ini. Kalau tidak kutahan rasanya aku
ingin menangis, mataku sedikit berembun. Hatiku bergumam
lirih...Allah..Allah...Allah.. terus aku mengucapkan itu dalam hati
untuk meredakan perasaanku yang tak menentu. Aku ingin Allah hadir
dalam pandangan dan hatiku saat ini. Allah...Allah...
“Please say something “ Mehmed memohon.
Aku menatap mata Mehmed memberikan isyarat padanya untuk berdiri. Dia
menolak dan berusaha terus menyodorkan maharnya untuk kuterima. Aku
menggelengkan kepala dengan mata berembun. Aku membujuk dan memelas
memohon dia untuk berdiri, aku tidak tega melihatnya. Aku bukan
wanita romantis yang merasa senang melihat seorang laki-laki begitu
menghinakan diri berlutut di depan seorang wanita. Aku terus memohon
Mehmed untuk berdiri, akhirnya dia mengikuti keinginanku. Aku meminta
Mehmed kembali duduk di tempatnya semula. Dia menuruti saja. Aku
menarik nafas dalam-dalam untuk meredakan degup jantungku yang sangat
keras. Mehmed menatap dalam dan pasrah ke arah mataku.
“Mehmed Abi, it is hard for me to say something. All of
this is like a dream. So suddenly! I believe you're serious. But it
seems you are too emotional” tukasku lembut agar dia tidak
tersinggung.
“I don't know. I can not explain what I feel. My
conscience tell you the right person for me. To be my wife” ujarnya
menjelaskan.
Aku tersenyum mendengar penuturannya.
“But I think love does not have to rush. Love should be considered
carefully. So that one day our hearts do not hurt each other”
ujarku.
Aku sangat berhati-hati untuk berbicara aku takut untuk membalas
ataupun bercanda aku takut, karena dari adik kandungku Atik aku tahu
bahwa kebiasaan laki-laki di negeri Arab, Turki atau negara-negara
Islam lain memang tidak perlu waktu yang lama untuk meminang seorang
wanita. Begitu mereka merasa cocok maka seketikapun mereka bisa
melamar seorang wanita.
“ I understand. But for a woman that love should be
considered carefully. Because a woman's heart was extremely fragile,
to accept disappointment when the heart, love and trust that has been
given to a man merely momentary delusion “ aku berargumentasi
“ Does this mean you refuse me?” ujarnya setengah kecewa
Aku ingin menangis mendengar kegigihannya. Rasanya tak tega melihat
ekspresi Mehmed
“ Abi please understand me. Please understand my feelings. My
past marriage was very painful. Past trauma impression on my heart”
“ I do believe. But..I am a woman who does not want
to gamble in deciding to get married. I had to learn from experience
marriage failure”
“And so?”
“Not really. I just need time to think. As a woman,
marriage is something very sacred, which can not be decided by a
sudden. Because I hope that my second marriage would last until the
end of my life “
“To be honest I was also very impressed with you.
You are gentle, patient, loving and most of all are loyal. I can see
your loyalty, for more than 4 years you're still loyal love your
wife even though she was died. But I'm only human. I still want to
ask for guidance from Allah . Because a good thing in my opinion, may
not be good in Allah's opinion. Meanwhile, according to both Allah
would have been good to me ” ujarku lembut sambil terus menatap
matanya. Mehmed menatap aku dengan penuh kekaguman.
“Masya Allah...! You are truly an angel. My
feelings are not wrong. My decision is not wrong to want you as a
wife. I feel more sure to propose you as my wife. Subhanallah...!
gumamnya dengan wajah berbinar.
“I will wait for you decision. I hope Allah will bless me”
Malam semakin larut, waktu sudah menunjukkan jam 10.30 malam, ketika
kami meninggalkan area Kumkapi Fish Restaurant. Aku menyuruh Mehmed menyimpan dan mengambil kembali cincin dalam kotak yang dia ingin
berikan. Sambil berjalan beriringan ke area parkir kembali Mehmed meminta aku berpose diarea yang sangat indah itu. Aku menyaksikan
keindahan gemerlap lampu di sekitar pelabuhan Bosphorus. Hembusan
angin malam dalam temperatur udara 8 derajat celsius membuat aku
bergemeretak, kurapatkan blazer woolku hati ini masih bergetar,
dengan segala keajaiban cinta yang tiba-tiba. Kuhembuskan nafas dan
membiarkan angin dan waktu yang akan menjawabnya.
Malam itu Mehmed dan Mustafa mengantarkan aku kembali ke Hotel Golden Wing. Dengan wajahnya yang sangat tampan, dia mengucapkan
salam perpisahan dan terus mengulangi permohonannya agar aku
memberikan jawaban secepatnya, aku mengangguk lemah dan melambaikan
tangan kearah mereka. Didalam lift Edo sedikit bertanya, dan aku
bercerita apa yang telah terjadi di restauran tadi sesaat Edo
meninggalkan ruangan itu. Dengan wajah penuh kekaguman Edo menatapku.
“Ibu memang hebat kok. Edo aja suka sekali dengan ibu.
Berbincang-bincang dan berada didekat ibu sangat menyenangkan.
Apalagi bapak tadi bu” ujarnya.
“Hmmmm...entahlah Do, seperti mimpi”
“Tapi ganteng...dannn...baik juga kok kelihatannya bapak tadi”
“Edo ..Edo...” aku tergelak sambil keluar dari lift. Kebetulan
lantai kami sama. Seraya mengucapkan terima kasih dan meminta Edo
berjanji untuk tidak bercerita pada siapapun termasuk mama dan
papanya. Aku berbelok ke kiri dan Edo ke kanan. Masuk kamar aku
melihat yuk Galuh sedang sholat, mungkin sholat Isya. Dia sedikit
basa-basi bertanya siapa tamuku, aku menjawab teman facebook. Aku
mengganti pakaian, merapikan koper yang akan dibawa besok.
Selanjutnya membersihkan riasan muka lalu mengambil wudhu dan tidur.
Malam... engkaulah saksi tentang hati yang mulai merasakan
kepercayaan diri. Dan aku masih bimbang tentang cinta dan trauma.....
Tepat jam 8 pagi kami selesai check out dari hotel, dan bis sudah
melaju menuju "Ataturk Airport", sedih ya harus
meninggalkan Turki kota indah yang penuh peninggalan sejarah Islam
dengan desain arsitektur yang "awesome". Mungkin lain kali
aku harus kembali lagi kesini, mengulangi kembali tempat-tempat yang
belum secara puas aku nikmati, dan juga mengunjungi sisi lain Turki
yang belum sempat kami kunjungi pada perjalanan wisata kali ini,
misalnya Cappadochia, Pamukkale dsb.
Dalam
bis Cansu kembali menjelaskan segala regulasi check in bandara dan
sebagainya..dan sebagainya. Sebelum turun Cansu sempat membagikan
tanda mata berupa sajadah untuk masing-masing peserta. Terima kasih
Cansu see you next! Setelah proses check in dan bagasi yang cukup
lama, kami diminta masuk untuk pasport control di counter imigration
check in. Aku melangkah dibarisan paling depan. Namun baru beberapa
langkah aku berhenti dan menoleh. Cansu memanggilku, aku mendekat.
Tiba-tiba Cansu menyerahkan HP, “some one want to talk with you”.
Dengan wajah bertanya-tanya aku menerima telpon tersebut. Ternyata
Mehmed, dia menginginkan bertemu untuk terakhir kali. Dia menunggu di
luar. Kututup telpon, lalu bertanya pada Cansu. Cansu mengizinkan aku
keluar lagi dia akan tetap menunggu aku disitu katanya.
Aku
keluar, di dekat “souvenir shop” kulihat Mehmed melambai-lambaikan tangannya agar aku mendekat. Aku mendekat, sekali
lagi dia mengucapkan salam. Aku membalasnya. Dengan halus aku meminta
dia segera mengutarakan keinginannya karena kami harus segera masuk
melakukan imigrasi check in. Dia mengerti. Mehmed mendekat dan
memberikan sebuah kotak bingkisan. Aku menerimanya dan mengucapkan
terima kasih. Selanjutnya aku mohon pamit dan ingin bergegas untuk
segera masuk. Dia mengangguk lalu mengiringi kepergianku dengan salam
dan lambaian tangan.
Aku
memasukkan kota pemberian Mehmed ke dalam tas jinjingan dan setengah
berlari menuju ke tempat Cansu. Setengah berbisik Cansu mengatakan
Mehmed itu laki-laki baik. Aku tersenyum mengangguk dan melambaikan
tangan ke Jonsu sebelum masuk ke antrian pasport control. Perjalan 10
hari kedepan rombongan kami akan melakukan ibadah umroh. Semoga akan
mendapatkan petunjuk tentang cinta yang tertinggal di Istambul.
Langit mendung Istambul mengiringi pesawat take off menuju Madinah.
Aku melafazkan nama Allah dan doa safar. Hatiku bersenandung...
**************
Setelah pulang ke tanah air Mehmed masih sangat rajin mengirim sms
dan email. Entah hanya untuk bertanya kabar, mengabarkan keadaannya
bercerita tentang pekerjaannya, tentang rencana dia pulang ke Turki
dan akan memulai bisnis bekerja sama dengan Mustafa. Aku membaca
semua itu dengan suka cita. Jujur aku katakan waktu yang berlalu
sebenarnya telah membuat aku menyukai Mehmed. Tetapi belum sanggup
memberikan jawaban apabila Mehmed kembali bertanya tentang
lamarannya.
Setiap malam aku berdoa. Aku berdoa, jika memang ia jodohku maka dekatkanlah ia padaku, Ya Allah. Ridhoilah perasaan ini, karena sesungguhnya hamba yang mulia adalah hamba yang mencintai dan dicintai karena Allah SWT. Namun, jika ia bukan jodohku maka jangan biarkan rasa ini terus berada di dalam hatiku. Ya Allah, Engkaulah yang mengatur segalanya, rezeki bahkan jodoh. Yang manusia bisa lakukan hanya berdoa dan memohon kepada-MU Ya Allah.
Setiap malam aku berdoa. Aku berdoa, jika memang ia jodohku maka dekatkanlah ia padaku, Ya Allah. Ridhoilah perasaan ini, karena sesungguhnya hamba yang mulia adalah hamba yang mencintai dan dicintai karena Allah SWT. Namun, jika ia bukan jodohku maka jangan biarkan rasa ini terus berada di dalam hatiku. Ya Allah, Engkaulah yang mengatur segalanya, rezeki bahkan jodoh. Yang manusia bisa lakukan hanya berdoa dan memohon kepada-MU Ya Allah.
Aku menutup folder foto. Selanjutnya membuka inbox email. Di inbox
kulihat ada 1 email dari Qeenan. Aku membukanya :
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Dear Echie,
6 months have passed, and the period of 6 months
is not a short time for someone waiting for answers about love. If
you love, should not take a long time to give a decision. But I would
not give up to get my true love. Get you as my wife. Because my heart
is sure you are the best woman that has been ordained by Allah to be
with me for the rest of my life.
I can not let any longer to get that certainty. Next 2 weeks I
am, my mom, Mustafa and his wife will come to Indonesia to propose
you. I do not want to waste time to realize my dream. We are already
booking tickets to Jakarta. We will arrive in Jakarta at 19:40 with
Turkish airline TK-004.
There is nothing more beautiful in addition to enjoy life side by
side with you. Wait for my arrival.
With much love
Mehmed
Gelagapan aku membaca email Mehmed. Tanganku gemetar.... Ya Allah laki-laki itu tidak main-main dengan niatnya. 2 minggu lagi dia akan datang melamarku, sedangkan aku tidak pernah bercerita pada siapapun, papa, kakak dan adek, aku tidak bercerita tentang cinta laki-laki asing tersebut. Bahkan dia akan datang 2 minggu lagi untuk melamarku. Ya Allah... tolong aku. Aku menutup email Mehmed, sign out. Aku berdiri dan terduduk lemas disisi pembaringan. Tidak ada tempat aku meminta pertolongan dan petunjuk selain Allah.
Malam-malam berikutnya aku semakin rajin istikharah. Aku memohon diberikan petunjuk untuk memutuskan. Mengapa aku terlalu ragu dan takut? Apakah trauma masa lalu sakitnya sangat lekat membekas diingatanku? Lambat laun menjelang kedatangan Mehmed ke Indonesia hatiku lambat laun menjadi yakin. Dia memang didatangkan Allah untukku. Pertemuan tak terduga dan skenario yang diluar perkiraan manusia. Aku yakin semua itu bukan suatu kebetulan melainkan jalan cerita yang telah diatur oleh Allah. Aku membalas email Mehmed, aku telah menjawab permitaannya. “I do”. Memberi tahu Mehmed bahwa untuk menemui aku tidak cukup hanya sampai di Jakarta, karena aku tinggal di provinsi lain yang jauh dari Jakarta. Aku menyuruh dia segera membooking tiket Jakarta-Palembang.
Satu minggu kemudian lamaran sekaligus akad nikah dan pesta pernikahanpun berlangsung. Acara berlangsung dengan hikmat. Hanya selamatan kecil mengundang kerabat dekat dan tetangga. Aku menangis haru ketika Mehmed melapazkan akad nikah. Setelah penantian yang panjang, kini Kau anugerahi hamba perasaan yang indah ini. Semoga keindahan dari rasa ini akan senantiasa membawa berkah, bukan sebaliknya. Puji syukur atas segala nikmat dan karunia-Mu ya Allah. Kau berikan aku laki-laki soleh, baik, dan tampan yang saat ini sedang duduk di samping hamba. Atas ridha-Mu, hamba jatuh cinta padanya. Aku percaya dia memang jodohku, karena Allah telah mempermudah segala jalan menuju pernikahan ini, Papa dan keluarga langsung menyetujui ketika Mehmed dan mamanya menyatakan niat untuk melamarku. Sungguh takjub papa yang selalu ketat menyeleksi setiap laki-laki yang ingin dekat denganku. Tetapi dengan Mehmed papa langsung menyetujui tanpa memikirkan resiko kelak aku akan dibawa jauh ke negeri di seberang lautan dan berjarak ribuan mil. Allah Maha Mengetahui...dan Maha Mengatur.
**************
Istambul
akhirnya aku kembali padamu dengan cinta. Sebelum aku meninggalkan
tanah air, aku berpamitan pada papa dan keluarga besarku, aku memohon
doa agar Allah memberikan kebahagiaan dalam pernikahanku ini. Aku
akan pergi bersama laki-laki yang mencintaiku meninggalkan semua
kenangan masa silam. Aku menetap dan tinggal di Istambul. Menemani Mehmed yang menjalankan bisnis property. Mehmed memang laki-laki baik
dengan iman Islamnya yang sangat bagus. Aku menjalani kehidupan
pernikahan ini penuh kebahagiaan. Bersama kami tinggal pula ibu
mertua yang sangat menyayangi aku. 3 bulan setelah pernikahan kami
aku dinyatakan positif hamil. Allahu Akbar di usia 46 tahun, Allah
telah memberikan keajaiban aku masih bisa hamil. Dan kini kami telah
dikaruniai seorang anak laki-laki tampan seperti papanya. Selama
lebih dari 5 tahun Mehmed sangat lembut, menghormati dan menyayangi
istri. Tidak pernah sekalipun kata-kata kasar keluar dari mulutnya.
Terima kasih ya Allah... atas karuniaMU.
Adakah yang membekas itu adalah luka sakit hati, kekecewaan dan penyesalan, serta masa lalu yang kelam? Tidakkah engkau lihat mendung yang menakutkan itu datang, lalu turun hujan yang deras, dan dibalik itu mentari mengintip, memanggil pelangi yang indah untuk mu? Tidakkah engkau sadar saat kau terjatuh, berdarah dan terluka, engkau segera mengobatinya dan luka itu lama-kelamaan akan pulih dan sebagian ada yang berbekas dan ada pula yang menghilang?
"Tidaklah segala sesuatu yang menimpa seorang Muslim dalam bentuk bencana, penyakit, kesakitan, kesedihan, atau dukacita kecuali Allah akan menghapuskan keburukannya." (HR. Bukhari dan Muslim). "Senantiasa musibah (cobaan) akan menimpa seorang Mukmin pada tubuh, harta, dan anaknya sampai ia bertemu dengan Allah (meninggal) dan sampai ia bersih dari dosa." (HR. Ahmad dan tirmidzi).
**************
Palembang, Mei 2015
Cerita ini hanyalah fiktif belaka.
Semua nama orang dan nama tempat adalah fakta, cerpen ini
terinspirasi oleh kejadian di Grand Bazaar, saat itu seorang saudagar
pemilik toko seketika terkagum-kagum setelah bercakap-cakap denganku
dan tiba-tiba berlutut melamar aku untuk menjadi istrinya seraya
mempersembahkan sebuah sajadah sebagai Mahar. Sulit menghapus
kejadian yang hampir membuat aku terkencing-kencing karena shock.