Friday, June 19, 2015

KARENA AKU SEORANG BUNDA

Oleh : Esi Samsidar


Langit gelap malam ini ditingkahi gemuruh hujan yang menerpa kaca jendela kamarku. Disusul dengan hempasan angin yang bergemuruh membuat suasana semakin riuh. Aku melipat mukenah dengan rapih kemudian meletakkannya dimeja sudut dekat lemari. Perlahan aku melangkah kesisi ranjang, menghela nafas yang menekan dada. Kuhembuskan perlahan. Malam makin beranjak. Kutatap dalam-dalam bingkai foto yang tergantung didinding kamar. Mataku kembali berembun. Ardi dan Nabila tersenyum renyah tengah berpelukan.

Gamang hatiku lalu kurebahkan tubuhku disisi pembaringan. Penat sekali tubuhku. Sesekali kenangan masa silam bermunculan. Indah... Aku menggigit bibirku, menghela nafas menahan sakit. Semua telah berakhir. Kedua buah hatiku sudah tiada disisiku. Peristiwa yang sangat menyakitkan dan sulit diterima akal sehat. Tapi untuk apa disesali, karena setiap kejadian dimuka dunia tidak akan terjadi tanpa izin Allah. Dan setiap sakit yang telah diderita pasti Allah telah mempersiapkan obat penawar lukanya.

Hari-hari kulalui dalam kesendirian, dalam sebaran fitnah dan gosip yang mangancam. Tak mengerti maksud yang diinginkan laki-laki itu sebenarnya. Belum bahkan tidak puas untuk menghujamkan senjatanya yang senantiasa siap terhunus. Aku mendesah lirih....! Benarkah dia sosok seorang manusia? Andai iya mengapa begitu keji dan tak punya hati. Padahal aku telah memaafkan mereka untuk setiap bait penghinaan, cacian dan kekejian yang terlantunkan.

Mataku tertuju pada papan catur magnet yang kusimpan rapih didalam lemari hias. Aku sengaja menyimpannya sebagai kenangan terindah bahwa aku pernah melakukan sesuatu untuk menyenangkan Ardi. Papan catur itu dibeli beberapa tahun yang lalu tidak lama jelang dia meninggalkan aku. Aku tersenyum pedih mengingatnya. Kala itu kondisi keuanganku sedang sangat prihatin. Aku baru saja membeli dan membangun rumah pribadi.

Demi memiliki rumah yang pantas dan layak bagi ananda agar mereka bisa sejajar dengan orang-orang lain, meski ibunya seorang janda , aku rela meminjam kredit di bank, koperasi bahkan hutang ke Mama. Tetapi semua sudah diperhitungkan baik-baik dengan jaminan uang sekolah dan gizi ananda harus tetap terjamin. Kala itu Ardi mendapat tugas dari sekolah untuk membawa papan catur. Aku temani dia ke toko, dan dari semua yang ada dia memaksa untuk membeli papan catur yang pakai magnet yang harganya 75 ribu rupiah. Setengah menangis aku membujuknya dan memberinya pengertian agar membeli yang biasa saja seharga 35 ribu. Karena uang yang aku punya didompet hanya 40 ribu, padahal gajian tinggal 2 hari lagi.

Ardi nangis dan ngotot tidak mau mendengarkan aku. Tidak bisa tidak papan catur itu harus dibeli karena itu tugas guru dan besok harus ada. Jadi tidak bisa menunggu 2 hari lagi. Di dalam hati aku menjerit sedih karena takut mengecewakan anakku. Akhirnya aku membujuk dia pulang dulu untuk ambil uang. Aku menuju ke rumah ibu Angga, meminjam uang sebesar 35 ribu, dan akhirnya papan catur bermagnet itu dibeli juga. Karena aku seorang ibu.... Aku takut mengecewakan anak-anak. Tapi apakah ananda mengingat semua itu?

Kembali melintas dalam ingatan aku saat aku harus dinas ke Bandung. Aku merasa kasian kalau harus meninggalkan 2 orang anak sekaligus dalam asuhan Mama untuk waktu yang cukup lama (3 hari). Aku mengajak Ardi. Tersenyum manis aku ketika mengingat dia memejamkan matanya karena takut ketika pesawat take off. Bahkan Ardi yang lucu menjadi sangat menggemaskan saat dia kebingungan memilih hadiah mainan yang diberikan pramugari di pesawat. Dengan berani dia berlarian mengejar pramugari untuk berkali-kali menukar mainan itu. Hmmm... Juga sangat tidak terlupakan bagiku yang panik karena Ardi ngompol di kasur hotel. Kebingungan aku mencari akal bagaimana mengeringkan genangan air kencingnya di kasur. Aku menghisap kencing tersebut dengan 2 lembar handuk. Entahlah apa yang terjadi pada petugas cleaning service ketika kami check out. Ngomel...mengumpat? Maafkanlah...! Semua menjadi kenangan manis bagiku, untuk mengingatkan aku pernah berlaku baik padanya. Semua kenangan manis itu perlu dikenang kembali disaat aku mulai meratapi nasib, menyalahkan diri sendiri.

Anak laki-laki kecil dan menggemaskan itu telah melupakan arti pengorbanan bundanya. Karena dia memang tidak bisa membaca arti yang tersurat bukan yang tersirat. Belum genap 9 tahun usianya dia dan laki-laki itu telah tega melaporkan bundanya pada pihak kepolisian. Dengan 5 orang pengacara dia bersaksi dan menghantamkan pisau di ulu hati. Karena aku seorang bunda... rasanya terlalu naif dengan tuduhan itu. Aku menangis sakit. Rasanya alam , malaikat bahkan Allah menjadi saksi betapa hati ini sepenuhnya diberikan buat kebahagian dia kini, nanti dan dimasa depannya.

Aku selalu menanti kebenaran berbicara. Aku akan berdiri dengan segenap getaran yang mengalir di setiap arteri ku. Cinta.. pada ananda itu fakta dan tak bisa ditiadakan oleh ucapan laki-laki itu yang menyudutkan demi sebuah kemenangan. Aku akan berteriak meski di bawah tirani yang dianggap suci oleh laki-laki yang menobatkan diri sebagai penguasa.

Sudah bertahun-tahun keinginanku untuk menjenguk Anandaku. Tapi kau selalu tidak punya hati nurani untuk mengizinkanku berbicara dengan matanya. Padahal aku hanya ingin melepaskan rindu yang kian berkarat di pucuk hati. Aku hanya tidak mampu paham apakah memang kedua ananda yang menolak diriku karena aku telah dihapuskan dari memory ingatan? Aku tidak menuntut banyak! Setidaknya, adil itu masih tersisa untuk umurku yang mulai renta. Karena kedua ananda itu pernah menginap dalam rahimku selama 9 bulan lebih. Aku sangat letih ketika itu. Tapi tidak! Keadilan itu telah terlumatkan oleh sikap ego yang memenjara. Berkali-kali Nabila sering menitip pesan pada ibu temannya, pada temannya untuk dapat bertemu denganku karena rindu. Telah beberapakali kami bertemu secara sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan baik oleh laki-laki itu maupun mata-mata lain yang siap sedia berdiri disisinya. Dan faktanya anak-anak diancam dan ditakut-takuti utnuk tidak berjumpa dengan aku, karena mereka akan dibunuh olehku. Karena aku seorang bunda...rasanya perih mendengar tudingan dan fitnahan seperti itu. Hati bunda tetap merah dan dipersembahkan bagi seluruh kebaikan ananda dunia akhirat.

Saat ini aku hanya bisa menanti dan berdoa. Dimana tiap hari aku selalu menanti untuk bisa menyentuh tangan halus ananda. Menatap matanya, membelai rambut hitamnya serta mencium aroma kulit putihnya. Nyaris tak tersampaikan semua yang ku inginkan! Dan sampai sekarang pun, aku belum mencapainya. Tapi aku percaya pada Allah, dan aku hanya berserah padanya.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya “(Al-Baqarah ayat 45-46)

“Apabila kamu membalas kejahatan, kamu perlu membalas kejahatan yang sama seperti yang ditimpakan kepada kamu dan apabila kamu bersabar, tindakan yang demikian itu adalah lebih baik untuk orang yang bersabar”( An-Nahl ayat 126 )

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi” (Surat (63) Al Munaafiquun : ayat 9)




Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benarMaha Pengampun lagi Maha Penyayang.