Di sepuluh hari
terakhir Ramadhan, sudah 3 hari ini saat perjalanan ke kantor ketika
melintasi masjid kantor aku menyaksikan sekelompok anak-anak muda
berkumpul dan memenuhi halaman masjid tersebut. Mungkin bubaran
setelah itikaf. Aku melihat dengan senyum kagum. Tetapi sore hari ini
aku mendapat kesan yang sangat dalam. Aku memberhentikan mobilku di
Zebra Cross Area disamping masjid itu, melintaslah segerombolan
(sekitar 10 - 15 orang) akhwat menyebrang jalan tepat di depan
mobilku.
Hatiku berdecak
kagum melihat anak-anak remaja seusia anak SMP atau paling tidak
paling senior kelas 1 SMA, masih sangat belia, dengan dandanan akhwat
sejati. Baju gamis longgar menyentuh tanah dengan khimar panjang
sebetis dengan ciri khas pakaian syar'i berwarna gelap. Bahkan
seorang darinya mengenakan niqob. Saat melintas perilaku mereka
santun. Aku menatap mereka dengan mata tajam tanpa kedip. Kagum...
Anak-anak yang
masih sangat belia, sementara anak-anak lain seumur mereka masih
berlomba untuk mengenakan pakaian modis warna-warna ngejreng atau pastel dengan kaos dan jeans ketat.
Yang lebih suka nongki di cafe-cafe atau tempat-tempat ter
instagramable. Anak-anak belia yang masih bebas mengeksplorasi untuk
menunjukkan jati dirinya. Tapi mereka para akhwat ini, dandanan
sangaat syar'i, menetap di masjid untuk mencari rahmat Allah di
sepuluh hari terakhir ramadhan. Maashaa Allah... Allahu Akbar! Siapa
orang tua yang telah membesarkan kalian wahai akhwat.
Ketika mereka
telah berlalu aku masih terpana, dan tersentak kaget ketika kendaraan
dibelakangku membunyikan klakson mengisyaratkan agar aku segera
melaju. Tanpa aku sadari mataku berembun. Kejadian singkat itu cukup
menyentak hatiku. Aku tiba-tiba melihat kedalam diriku. Banyak hal
yang membuat aku terharu...perasaan ini penuh kecamuk.
Aku lihat diriku
sendiri, betapa aku malu dengan anak-anak tersebut. Mereka baru
berusia sekitar belasan tahun sudah begitu taat dan patuh pada
perintah Allah. Allah Jalla wa ’Ala berfirman yang artinya: “Wahai
Nabi! Katakanlah kepada istri istrimu, anak anak perempuanmu dan
istri istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk
dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Ahzaab: 59).
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Bahwa anak
perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh
dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga
pergelangan” (H.R. Abu Daud)”.
Sedangkan aku...?
Aku baru memahami hakikat hijab sempurna yang dianjurkan Islam baru
sekitar usia 40-an. Sebelum aku mengenakan jilbab syar'i malang
melintang aku dengan bangga bila bisa memakai hijab ala hijaber
terkini. Ya Rabb... ampuni aku.
Air mataku kembali
merembes basah ketika kembali teringat anak kandungku Nabilah yang
sudah tak lagi dalam asuhanku. Usia 18 tahun bahkan dia belum
mengenakan jilbab. Air mataku semakin mengalir deras. Aku sudah tak
punya kuasa lagi kepada dia. Setiap sujud aku selalu mendo'akannya
agar diberi hidayah agar mau menutup aurat dengan berjilbab. Karena
tak ada pertolongan melainkan pertolongan Allah.
Sore ini dihari
ke-22 Ramadhan peristiwa kecil dan sederhana menyentuh hatiku untuk
bertaubat dan terus beristighfar tentang kelalaian masa lalu.
Berdesis lirih bibirku berdo'a agar aku teguh dalam ketaatan kepada
Allah dan istiqomah. Sambil melajukan mobilku hatiku bergetar dalam
do'a :
"(Allohumma innii as’aluka
hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii
hubbaka. Allohummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa
minal-maa’il-baarid)"
“Ya Allah, aku mohon padaMu cintaMu
dan cinta orang yang mencintaiMu, amalan yang mengantarkanku
menggapai cintaMu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepadaMu lebih aku
cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku”
Seiring mataku yang mengembun sore itu
gerimis mengiringi laju mobilku. Ya ..Allah berikan aku kemudahan
untuk memahami agama dan kemudahan melakukan ibadah dan ketuk pintu
hati anakku dengan hidayahMU. Waktu terus berlalu tanpa kuasaku untuk
memberhentikannya. Aku harus berkejaran mencari tabungan hari akhirku
sebelum jam waktu berakhir. Cahaya harus aku cari dengan usaha
sendiri. Bergegaslah!
" Jika
kesendirian adalah jalan kearah pulang. Maka kita harus bertarung
melawan waktu. Karena cahaya tak datang sendiri.. Kecuali kau cari..!
" Jika kesendirian adalah jalan kearah pulang. Maka kita harus bertarung melawan waktu. Karena cahaya tak datang sendiri.. Kecuali kau cari..! |